Sistem Agroforesti
Definisi agroforestri
Agroforestri adalah sistem
penggunaan lahan (usahatani ) yang mengkombinasikan pepohonan dengan tanaman
pertanian untuk meningkatkan keuntungan, baik secara ekonomis maupun
lingkungan. Pada sistem ini, terciptalah keanekaragaman tanaman dalam suatu
luasan lahan sehingga akan mengurangirisiko kegagalan dan melindungi tanah dari
eros i ser ta mengurangi kebutuhan pupuk atau zat hara dari luar kebun karena
adanya daur-ulang sisa tanaman.
Berikut ini diterangkan contoh
beberapa sistem agroforestri.
1. Strip rumput
Strip rumput merupakan bentuk
peralihan dari sistem pertanian tanaman semusim menjadi sistem agroforestri.
Strip rumput adalah barisan rumput dengan lebar 0,5-1 m dan jarak antar strip
4-10 m yang ditanam sejajar garis ketinggian (kontur). Pada tanah yang
berteras, rumput ditanam di pinggir (bibir) teras. Jenis rumput yang cocok
adalah rumput yang mempunyai sistem perakaran rapat dan dapat dijadikan hijauan
pakan ternak, misalnya rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput BD
(Brachiaria decumbens), rumput BH (Brachiaria humidicola), rumput pahit
(Paspallum notatum) dan lain- lain. Adakalanya rumput akar wangi
(Vetiveria zizanioides) digunakan juga sebagai tanaman strip rumput. Akar wangi
tidak disukai ternak, tetapi menghasilkan minyak atsiri yang merupakan bahan
baku pembuatan kosmetik.Keuntungan strip rumput:Mengurangi kecepatan aliran
permukaandan erosiMemperkuat bibir terasMenyediakan hijauan pakan
ternakMembantu mempercepat proses pembentukan teras secara alami.
2. Pertanaman lorong
Sistem ini merupakan sistem
pertanian di mana tanaman semusim ditanam pada lorong di antara barisan tanaman
pagar yang ditata menurut garis kontur. Jenis tanaman yang cocok untuk tanaman
pagar adalah tanaman kacang-kacangan (leguminosa) seperti, gamal (Flemingia
congesta Gliricidia sepium), lamtoro (Leucaena leucocephala), dan Calliandra
callothirsus. Jarak antar baris tanaman pagar berkisar antara 4 sampai 10
m. Semakin curam lereng, jarak antar barisan tanaman pagar dibuat semakin
dekat.
Keuntungan tanaman pagar:
- Menyumbangkan bahan organik dan hara terutama nitrogen
untuk tanaman lorong.
- Mengurangi laju aliran permukaan dan erosi.
Kelemahan sistem tanaman pagar dan
sistem strip rumput:
- Tanaman pagar atau strip rumput mengambil tempat 5-15%
dari total luas
lahan. - Sering terjadi persaingan dengan tanaman lorong.
- Kadang-kadang terjadi pengaruh alelopati (cairan atau
gas yang dikeluarkan tanaman pagar yang mengganggu pertumbuhan tanaman
lorong).
- Kebutuhan tenaga kerja cukup tinggi untuk penanaman dan
pemeliharaan tanaman
pagar.
3. Pagar hidup
Pagar hidup adalah barisan tanaman
perdu atau pohon yang ditanam pada batas kebun. Bila kebun berada pada lahan
yang berlereng curam, maka pagar hidup akan membentuk jejaring yang bermanfaat
bagi konservasi tanah. Pangkasannya dapat digunakan sebagai sumber bahan
organik atau sebagai
hijauan pakan ternak.
hijauan pakan ternak.
Jenis tanaman yang dipakai untuk
pagar sebaiknya yang mudah ditanam dan mudah didapatkan bibitnya, misalnya
gamal dengan stek, turi, lamtoro dan kaliandra dengan biji. Untuk tanaman pagar
jenis leguminose perdu (lamtoro, gamal), ditanam dengan jarak antar batang ± 20
cm. Jarak yang rapat ini untuk menjaga agar tanaman pagar tidak tumbuh terlalu
tinggi.
Keuntungan pagar hidup:
- Melindungi kebun dari ternak Pangkasannya dapat
dijadikan hijauan pakan ternak
- Menjadi sumber bahan organik dan hara tanah
- Menyediakan kayu bakar
- Mengurangi kecepatan angin (wind break)
4. Sistem multistrata
Sistem multistrata adalah sistem
pertanian dengan tajuk bertingkat, terdiri dari tanaman tajuk tinggi (seperti
mangga, kemiri), sedang (seperti lamtoro, gamal, kopi) dan rendah (tanaman
semusim, rumput) yang ditanam di dalam satu kebun (lihat gambar di halaman
depan). Antara satu tanaman dengan yang
lainnya diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling bersaing.
lainnya diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling bersaing.
Tanaman tertentu seperti kopi,
coklat memerlukan sedikit naungan, tetapi kalau terlalu banyak naungan
pertumbuhan dan produksinya akan terganggu.
Keuntungan sistem
multistrata:
- Mengurangi intensitas cahaya matahari, misalnya untuk
kopi dan coklat yang butuh naungan.
- Karena banyak jenis tanaman, diharapkan panen dapat
berlangsung secara bergantian sepanjang tahun dan ini dapat menghindari
musim paceklik.
- Tanah selalu tertutup tanaman sehingga aman dari erosi
(J. Ruijter dan F. Agus April 2004)
PENGANTAR AGROFORESTRI
Kurniatun Hairiah,
Mustofa Agung Sardjono, Sambas Sabarnudin
1. Agroforestri: ilmu baru, teknik lama
Penanaman berbagai jenis pohon
dengan atau tanpa tanaman semusim (setahun) pada sebidang lahan yang sama sudah
sejak lama dilakukan petani (termasuk peladang) di Indonesia. Contoh semacam
ini dapat dilihat pada lahan pekarangan di sekitar tempat tinggal petani.
Praktek seperti ini semakin meluas belakangan ini khususnya di daerah pinggiran
hutan karena ketersediaan lahan yang semakin terbatas. Konversi hutan alam
menjadi lahan pertanian menimbulkan banyak masalah, misalnya penurunan
kesuburan
tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan. Secara global, masalah ini semakin berat sejalan dengan meningkatnya luas hutan yang dikonversi menjadi lahan usaha lain. Peristiwa ini dipicu oleh upaya pemenuhan kebutuhan terutama pangan baik secara global yang diakibatkan oleh peningkatan jumlah penduduk.
tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan. Secara global, masalah ini semakin berat sejalan dengan meningkatnya luas hutan yang dikonversi menjadi lahan usaha lain. Peristiwa ini dipicu oleh upaya pemenuhan kebutuhan terutama pangan baik secara global yang diakibatkan oleh peningkatan jumlah penduduk.
Di tengah perkembangan itu lahirlah
agroforestri, suatu cabang ilmu pengetahuan baru di bidang pertanian dan
kehutanan yang mencoba menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Ilmu ini
mencoba mengenali
dan mengembangkan sistem-sistem agroforestri yang telah dipraktekkan oleh petani sejak berabad-abad yang lalu.
dan mengembangkan sistem-sistem agroforestri yang telah dipraktekkan oleh petani sejak berabad-abad yang lalu.
2. Apa yang dimaksud dengan agroforestri?
2.1 Definisi
agroforestri
Sampai dengan saat ini belum ada
kesatuan pendapat di antara para ahli tentang definisi “agroforestri”. Hampir
setiap ahli mengusulkan definisi yang berbeda satu dari yang lain.
Mendefinisikan agroforestri sama sulitnya dengan mendefinisikan hutan. Dalam
jurnal “Agroforestry Systems” Volume 1 No.1, halaman 7-12 Tahun 1982
ditampilkan tidak kurang dari 12 definisi antara lain:
Agroforestri adalah
…… sistem penggunaan lahan terpadu,
yang memiliki aspek sosial dan ekologi, dilaksanakan melalui pengkombinasian
pepohonan dengan tanaman pertanian dan/atau ternak (hewan), baik secara
bersama-sama atau bergiliran, sehingga dari satu unit lahan tercapai hasil
total nabati atau hewan yang optimal dalam arti berkesinambungan (P.K.R. Nair)
…… sistem pengelolaan lahan
berkelanjutan dan mampu meningkatkan produksi lahan secara keseluruhan,
merupakan kombinasi produksi tanaman pertanian (termasuk tanaman tahunan)
dengan tanaman hutan dan/atau hewan (ternak), baik secara bersama atau
bergiliran, dilaksanakan pada satu bidang lahan dengan
menerapkan teknik pengelolaan praktis yang sesuai dengan budaya masyarakat setempat (K.F.S. King dan M.T. Chandler)
menerapkan teknik pengelolaan praktis yang sesuai dengan budaya masyarakat setempat (K.F.S. King dan M.T. Chandler)
……. penanaman pepohonan secara
bersamaan atau berurutan dengan tanaman pertanian dan/atau peternakan, baik
dalam lingkup keluarga kecil ataupun perusahaan besar. Agroforestri tidak sama
dengan hutan kemasyarakatan (community forestry), akan tetapi seringkali tepat
untuk pelaksanaan proyekproyek hutan kemasyarakatan” (L. Roche)
Beberapa definisi agroforestri yang digunakan oleh lembaga penelitian agroforestri internasional (ICRAF = International Centre for Research in Agroforestry) adalah (Huxley, 1999) :
….. sistem penggunaan lahan yang
mengkombinasikan tanaman berkayu (pepohonan, perdu, bambu, rotan dan
lainnya) dengan tanaman tidak berkayu atau dapat pula dengan rerumputan
(pasture), kadang-kadang ada komponen ternak atau hewan lainnya (lebah, ikan)
sehingga terbentuk interaksi ekologis dan
ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen lainnya.
ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen lainnya.
….. sistem pengunaan lahan yang
mengkombinasikan tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu (kadang-kadang
dengan hewan) yang tumbuh bersamaan atau bergiliran pada suatu lahan, untuk
memperoleh berbagai produk dan jasa (services) sehingga terbentuk interaksi
ekologis dan ekonomis antar komponen tanaman.
….. sistem pengeloloaan sumber daya
alam yang dinamis secara ekologi dengan penanaman pepohonan di lahan pertanian
atau padang penggembalaan untuk memperoleh berbagai produk secara berkelanjutan
sehingga dapat meningkatkan keuntungan sosial, ekonomi dan lingkungan bagi
semua pengguna lahan
Selanjutnya Lundgren dan Raintree
(1982) mengajukan ringkasan banyak definisi agroforestri dengan rumusan sebagai
berikut:
Agroforestri adalah istilah kolektif
untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara
terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan
berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll.) dengan tanaman pertanian dan/atau
hewan (ternak) dan/atau ikan, yang
dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada.
dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada.
Dari beberapa definisi yang telah
dikutip secara lengkap tersebut, agroforestri merupakan suatu istilah baru dari
praktek-praktek pemanfaatan lahan tradisional yang memiliki unsur-unsur :
- Penggunaan lahan atau sistem penggunaan lahan oleh
manusia
- Penerapan teknologi
- Komponen tanaman semusim, tanaman tahunan dan/atau
ternak atauhewan
- Waktu bisa bersamaan atau bergiliran dalam suatu
periode tertentu
- Ada interaksi ekologi, sosial, ekonomi
Agroforestri telah menarik perhatian
peneliti-peneliti teknis dan sosial akan pentingnya pengetahuan dasar
pengkombinasian antara pepohonan dengan tanaman tidak berkayu pada lahan yang
sama, serta segala keuntungan dan kendalanya.
Masyarakat tidak akan perduli siapa dirinya,
apakah mereka orang pertanian, kehutanan atau agroforestri. Mereka juga tidak
akan memperdulikan nama praktek pertanian yang dilakukan, yang penting bagi
mereka adalah informasi dan binaan teknis yang memberikan keuntungan sosial dan
ekonomi. Penyebarluasan agroforestri diharapkan bermanfaat selain untuk
mencegah perluasan tanah terdegradasi, melestarikan sumber daya hutan, dan
meningkatkan mutu pertanian serta menyempurnakan intensifikasi dan
diversifikasi silvikultur.
2.2 Istilah
agroforestri lain
Di kalangan masyarakat berkembang
beberapa istilah yang sering dicampuradukkan dengan agroforestri. Hal ini
sangat membingungkan. Ada yang memandang agroforestri adalah suatu kebijakan
pemerintah atau status kepemilikan lahan, bukan sebagai sistem penggunaan
lahan.
Berikut ini beberapa contoh definisi
agroforestri yang berkembang di masyarakat :
Perhutanan Sosial
(Social-Forestry)
Perhutanan sosial (social forestry)
adalah upaya/kebijakan kehutanan yang ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar hutan. Produk utama
dari perhutanan sosial berupa kayu dan non-kayu. Oleh karena itu dalam
prakteknya dapat berupa pembangunan hutan tanaman (man-made forest) atau
penanaman pohon-pohon pada lahan milik masyarakat yang dimanfaatkan bagi
industri besar. Kegiatan perhutanan sosial, kadang-kadang menerapkan
agroforestri, yaitu apabila penanaman pohon-pohon harus dilaksanakan
bersama-sama dengan komponen pertanian dan/atau peternakan. Walaupun demikian
perhutanan sosial adalah tetap merupakan kegiatan kehutanan, karena pada
intinya kehadiran komponen pertanian sebagai kombinasi tidak mutlak harus
dilakukan. Istilah social-forestry sebenarnya dipopulerkan di India pada tahun
70-an dan dalam kegiatannya FAO memberikan istilah “Forestry for Rural
Community Development”.
Hutan Kemasyarakatan
(Community-Forestry) dan Hutan Rakyat (Farm-Forestry)
Kedua istilah ini merupakan bagian
dari perhutanan sosial (social-forestry). Hutan kemasyarakatan (community
forestry) adalah hutan yang perencanaan, pembangunan, pengelolaan, dan
pemungutan hasil hutan serta pemasarannya dilakukan sendiri oleh masyarakat
yang tinggal di sekitar hutan. Pelaksanaannya dapat pula dilakukan oleh pihak
kehutanan yang membantu masyarakat dengan mengutamakan keuntungan bagi seluruh
masyarakat, bukan untuk individu.
Hutan rakyat (farm-forestry) adalah
hutan di mana petani/pemilik lahan menanam pepohonan di lahannya sendiri.
Mereka biasanya telah mengikuti pendidikan, latihan dan penyuluhan kehutanan
ataupun memperoleh bantuan untuk kegiatan kehutanan.
Bentuk agroforestri mungkin dipilih
dan diterapkan pada kedua kegiatan tersebut bila pepohonan ditanam bersama
dengan tanaman pertanian. Dengan demikian hutan kemasyarakatan dan hutan rakyat
tidak selalu identik dengan agroforestri, karena agroforestri adalah
pemanfaatan lahan terpadu tanpa batasan kepemilikan lahan.
Hutan Serba-Guna (Multiple Use Forestry)
Hutan Serba-Guna (Multiple Use Forestry)
Hutan serba-guna adalah praktek
kehutanan yang mempunyai dua atau lebih tujuan pengelolaan, meliputi produksi,
jasa atau keuntungan lainnya. Dalam penerapan dan pelaksanaannya bisa
menyertakan tanaman pertanian atau kegiatan peternakan. Walaupun demikian hutan
serba guna tetap merupakan kehutanan (dalam arti penekanannya pada aspek pohon,
hasil hutan dan lahan hutan), dan bukan merupakan bentuk pemanfaatan lahan
terpadu sebagaimana agroforestri yang secara terencana diarahkan pada
pengkombinasian kehutanan dan pertanian untuk mencapai beberapa tujuan yang
terkait dengan degradasi lingkungan serta problema masyarakat di pedesaan.
Forest Farming
Istilah Forest farming
sebenarnya mirip dengan multiple use forestry, yang digunakan untuk
upaya peningkatan produksi lahan hutan, yaitu tidak melulu produk kayu, tetapi
juga mencakup berbagai bahan pangan dan hijauan.
Praktek ini juga sering disebut
“Dreidimensionale Forstwirtschaft” atau kehutanan dengan tiga dimensi. Di
Amerika, istilah forest farming digunakan untuk menyatakan upaya pembangunan
hutan tanaman oleh petani-petani kecil.
Ecofarming
Ecofarming
Ecofarming adalah bentuk budidaya
pertanian yang mengusahakan sedapat mungkin tercapainya keharmonisan dengan
lingkungannya. Dalam hal tertentu dalam ecofarming bisa saja memasukkan
komponen pepohonan atau tumbuhan berkayu lainnya sehingga dapat disebut
agroforestri. Dalam eco-farming tidak selalu dijumpai unsur kehutanan dalam
kombinasinya, sehingga dalam hal ini ecofarming merupakan kegiatan pertanian.
Ada berbagai bentuk sistem atau
praktek agroforestri, baik yang bersifat tradisional atau modern (lihat Bahan
Ajaran 2, dan Bahan Latihan), yang tersebar di wilayah tropis dan sub-tropis.
Berbagai contoh tersebut menunjukkan betapa luasnya rentang agroforestri,
sehingga para ahli kehutanan dan pertanian konvensional sulit untuk
menerimanya.
Dari uraian di atas dapat diketahui
bahwa definisi agroforestri dapat meliputi rentang yang luas dari sistem-sistem
pemanfaatan lahan primitif, tradisional maupun modern. Oleh sebab itu,
diperlukan adanya batasan yang jelas kapan atau bilamana suatu sistem dapat
dikategorikan sebagai agroforestri. Batasan semacam ini diperlukan untuk
menghindari timbulnya pendapat bahwa setiap kombinasi komponen kehutanan,
pertanian dan/atau peternakan selalu dapat diklasifikasikan sebagai suatu
sistem agroforestri.
Kuenzel (1989) menyarankan untuk
melihat adanya interaksi yang nyata dari komponen-komponen penyusunnya. Sebagai
contoh sederetan pohon cemara yang ditanam pada pinggir sawah/ladang yang
dimaksudkan melulu untuk produk kayunya, maka sistem tersebut bukan sistem
agroforestri. Namun, bila
penanaman pohon tersebut sekaligus juga dimaksudkan untuk melindungi tanaman pertanian dari terpaan angin (windbreak), maka sistem itu dapat dikatakan sebagai agroforestri.
penanaman pohon tersebut sekaligus juga dimaksudkan untuk melindungi tanaman pertanian dari terpaan angin (windbreak), maka sistem itu dapat dikatakan sebagai agroforestri.
Menurut Lundgren (1982), definisi
agroforestri seyogyanya menitikberatkan dua karakter pokok yang umum dipakai
pada seluruh bentuk agroforestri yang membedakan dengan sistem penggunaan lahan
lainnya:
- Adanya pengkombinasian yang terencana/disengaja dalam
satu bidang lahan antara tumbuhan berkayu (pepohonan), tanaman pertanian
dan/atau ternak/hewan baik secara bersamaan (pembagian ruang) ataupun
bergiliran (bergantian waktu);
- Ada interaksi ekologis dan/atau ekonomis yang
nyata/jelas, baik positif dan/atau negatif antara komponen-komponen sistem
yang berkayu maupun tidak berkayu.
Beberapa ciri penting agroforestri
yang dikemukakan oleh Lundgren dan Raintree, (1982) adalah:
- Agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman
atau lebih (tanaman dan/atau hewan). Paling tidak satu di antaranya
tumbuhan berkayu.
- Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu
tahun.
- Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman
berkayu dengan tanaman tidak berkayu.
- Selalu memiliki dua macam produk atau lebih (multi
product), misalnya pakan ternak, kayu bakar, buah-buahan, obat-obatan.
- Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa (service
function), misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh
sehingga dijadikan pusat berkumpulnya keluarga/masyarakat.
- Untuk sistem pertanian masukan rendah di daerah tropis,
agroforestri tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman
terutama dengan mengoptimalkan penggunaan sisa panen.
- Sistem agroforestri yang paling sederhanapun secara
biologis (struktur dan fungsi) maupun ekonomis jauh lebih kompleks
dibandingkan sistem budidaya monokultur.
2.3 Agroforestri sebagai
sistem penggunaan lahan
Berbicara mengenai agroforestri,
berarti berbicara mengenai sistem. Sistem terdiri dari beberapa komponen dalam
susunan tertentu (struktur), yang satu sama lain saling berpengaruh atau
melaksanakan fungsinya. Satu sistem membentuk satu kesatuan yang berbeda dengan
lingkungannya dan di antara keduanya ada hubungan timbal balik. Di samping itu
satu sistem memiliki sifat-sifat tertentu yang juga dapat berubah antara lain
dalam kaitan dengan struktur dan fungsinya.
Agroforestri terdiri dari
komponen-komponen kehutanan, pertanian dan/atau peternakan, tetapi agroforestri
sebagai suatu sistem mencakup komponen-komponen penyusun yang jauh lebih rumit.
Hal yang harus dicatat, agroforestri merupakan suatu sistem buatan (man-made)
dan merupakan aplikasi praktis dari interaksi manusia dengan sumber daya alam
di sekitarnya.
Mengapa demikian? Agroforestri pada
prinsipnya dikembangkan untuk memecahkan permasalahan pemanfaatan lahan dan
pengembangan pedesaan; serta memanfaatkan potensi-potensi dan peluang-peluang
yang ada untuk kesejahteraan manusia dengan dukungan kelestarian sumber daya
beserta lingkungannya. Oleh karena itu manusia selalu merupakan komponen yang
terpenting dari suatu sistem agroforestri. Dalam melakukan pengelolaan lahan,
manusia melakukan interaksi dengan komponen-komponen agroforestri lainnya.
Komponen tersebut adalah:
- Lingkungan abiotis: air, tanah, iklim, topografi, dan
mineral.
- Lingkungan biotis: tumbuhan berkayu (pohon, perdu,
palem, bambu dll) serta tumbuhan tidak berkayu (tanaman tahunan, tanaman
keras, tanaman musiman dll), binatang (ternak, burung, ikan, serangga
dll), dan mikroorganisme.
- Lingkungan budaya: teknologi dan informasi, alokasi
sumber-sumber daya, infrastruktur dan pemukiman, permintaan dan penawaran,
dan disparitas penguasaan/pemilikan lahan.
Komponen-komponen ABC (Abiotic,
Biotic dan Culture) tersebut di atas tersusun dalam sistem agroforestri melalui
berbagai cara. Beberapa komponen biotis hadir secara alami, yang mungkin
sebagian masih bertahan atau tertinggal dari kegiatan penggunaan lahan
sebelumnya. Komponen yang lain memang secara khusus atau sengaja
ditempatkan/ditanam oleh manusia sebagai pengelola lahan. Berbagai komponen
dalam satu sistem akan bereaksi atau menunjukkan respon berbeda dengan respon
masing-masing pada kondisi terisolasi. Karena adanya interaksi antar komponen
tersebut, sistem pada dasarnya berbeda dengan total penambahan secara sederhana
dari beberapa komponen. Jadi hutan lebih dari sekedar kumpulan pohon, demikian
pula agroforestri bukan sekedar upaya campur-mencampur kehutanan dengan
pertanian dan/atau peternakan (von Maydell, 1988).
3. Ruang lingkup agroforestri
Pada dasarnya agroforestri terdiri
dari tiga komponen pokok yaitu kehutanan, pertanian dan peternakan, di mana
masing-masing komponen sebenarnya dapat berdiri sendiri-sendiri sebagai satu
bentuk sistem penggunaan lahan (Gambar 1). Hanya saja sistem-sistem tersebut
umumnya ditujukan pada produksi satu
komoditi khas atau kelompok produk yang serupa. Penggabungan tiga komponen tersebut menghasilkan beberapa kemungkinan bentuk kombinasi sebagai berikut:
komoditi khas atau kelompok produk yang serupa. Penggabungan tiga komponen tersebut menghasilkan beberapa kemungkinan bentuk kombinasi sebagai berikut:
- Agrisilvikultur = Kombinasi antara komponen atau
kegiatan kehutanan (pepohonan, perdu, palem, bambu, dll.) dengan komponen
pertanian.
- Agropastura = Kombinasi antara komponen atau kegiatan
pertanian dengan komponen peternakan
- Silvopastura = Kombinasi antara komponen atau kegiatan
kehutanan dengan peternakan
- Agrosilvopastura = Kombinasi antara komponen atau
kegiatan pertanian dengan kehutanan dan peternakan/hewan
Dari keempat kombinasi tersebut,
yang termasuk dalam agroforestri adalah Agrisilvikutur, Silvopastura dan
Agrosilvopastura. Sementara agropastura tidak dimasukkan sebagai agroforestri,
karena komponen kehutanan atau pepohonan tidak dijumpai dalam kombinasi.
Di samping ketiga kombinasi
tersebut, Nair (1987) menambah sistem-sistem lainnya yang dapat dikategorikan
sebagai agroforestri. Beberapa contoh yang menggambarkan sistem lebih spesifik
yaitu:
- Silvofishery = kombinasi antara komponen atau kegiatan
kehutanan dengan perikanan.
- Apiculture = budidaya lebah atau serangga yang
dilakukan dalam kegiatan atau komponen kehutanan.
Gambar 1. Ruang Lingkup Sistem
Pemanfaatan Lahan secara Agroforestri
Sumber: Kurniatun
Hairiah, Mustofa Agung Sardjono, Sambas Sabarnurdin (2003) “Pengantar
Agroforestri” Bahan Ajaran 1. Halaman 1-8. Bogor: WORLD AGROFORESTRY CENTRE
(ICRAF).
http://www.worldagroforestry.org
http://www.worldagroforestry.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar