Kamis, 07 Juni 2012

Agroforestri

Sistem Agroforesti

Definisi agroforestri
Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan (usahatani ) yang mengkombinasikan pepohonan dengan tanaman pertanian untuk meningkatkan keuntungan, baik secara ekonomis maupun lingkungan. Pada sistem ini, terciptalah keanekaragaman tanaman dalam suatu luasan lahan sehingga akan mengurangirisiko kegagalan dan melindungi tanah dari eros i ser ta mengurangi kebutuhan pupuk atau zat hara dari luar kebun karena adanya daur-ulang sisa tanaman.
Berikut ini diterangkan contoh beberapa sistem agroforestri.
1. Strip rumput
Strip rumput merupakan bentuk peralihan dari sistem pertanian tanaman semusim menjadi sistem agroforestri. Strip rumput adalah barisan rumput dengan lebar 0,5-1 m dan jarak antar strip 4-10 m yang ditanam sejajar garis ketinggian (kontur). Pada tanah yang berteras, rumput ditanam di pinggir (bibir) teras. Jenis rumput yang cocok adalah rumput yang mempunyai sistem perakaran rapat dan dapat dijadikan hijauan pakan ternak, misalnya rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput BD (Brachiaria decumbens), rumput BH (Brachiaria humidicola), rumput pahit (Paspallum notatum) dan lain- lain. Adakalanya rumput akar wangi (Vetiveria zizanioides) digunakan juga sebagai tanaman strip rumput. Akar wangi tidak disukai ternak, tetapi menghasilkan minyak atsiri yang merupakan bahan baku pembuatan kosmetik.Keuntungan strip rumput:Mengurangi kecepatan aliran permukaandan erosiMemperkuat bibir terasMenyediakan hijauan pakan ternakMembantu mempercepat proses pembentukan teras secara alami.
2. Pertanaman lorong
Sistem ini merupakan sistem pertanian di mana tanaman semusim ditanam pada lorong di antara barisan tanaman pagar yang ditata menurut garis kontur. Jenis tanaman yang cocok untuk tanaman pagar adalah tanaman kacang-kacangan (leguminosa) seperti, gamal (Flemingia congesta Gliricidia sepium), lamtoro (Leucaena leucocephala), dan Calliandra callothirsus. Jarak antar baris tanaman pagar berkisar antara 4 sampai 10 m. Semakin curam lereng, jarak antar barisan tanaman pagar dibuat semakin dekat.
Keuntungan tanaman pagar:
  • Menyumbangkan bahan organik dan hara terutama nitrogen untuk tanaman lorong.
  • Mengurangi laju aliran permukaan dan erosi.
Kelemahan sistem tanaman pagar dan sistem strip rumput:
  • Tanaman pagar atau strip rumput mengambil tempat 5-15% dari total luas
    lahan.
  • Sering terjadi persaingan dengan tanaman lorong.
  • Kadang-kadang terjadi pengaruh alelopati (cairan atau gas yang dikeluarkan tanaman pagar yang mengganggu pertumbuhan tanaman lorong).
  • Kebutuhan tenaga kerja cukup tinggi untuk penanaman dan pemeliharaan tanaman
    pagar.
3. Pagar hidup
Pagar hidup adalah barisan tanaman perdu atau pohon yang ditanam pada batas kebun. Bila kebun berada pada lahan yang berlereng curam, maka pagar hidup akan membentuk jejaring yang bermanfaat bagi konservasi tanah. Pangkasannya dapat digunakan sebagai sumber bahan organik atau sebagai
hijauan pakan ternak.
Jenis tanaman yang dipakai untuk pagar sebaiknya yang mudah ditanam dan mudah didapatkan bibitnya, misalnya gamal dengan stek, turi, lamtoro dan kaliandra dengan biji. Untuk tanaman pagar jenis leguminose perdu (lamtoro, gamal), ditanam dengan jarak antar batang ± 20 cm. Jarak yang rapat ini untuk menjaga agar tanaman pagar tidak tumbuh terlalu tinggi.
Keuntungan pagar hidup:
  • Melindungi kebun dari ternak Pangkasannya dapat dijadikan hijauan pakan ternak
  • Menjadi sumber bahan organik dan hara tanah
  • Menyediakan kayu bakar
  • Mengurangi kecepatan angin (wind break)
4. Sistem multistrata
Sistem multistrata adalah sistem pertanian dengan tajuk bertingkat, terdiri dari tanaman tajuk tinggi (seperti mangga, kemiri), sedang (seperti lamtoro, gamal, kopi) dan rendah (tanaman semusim, rumput) yang ditanam di dalam satu kebun (lihat gambar di halaman depan). Antara satu tanaman dengan yang
lainnya diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling bersaing.

Tanaman tertentu seperti kopi, coklat memerlukan sedikit naungan, tetapi kalau terlalu banyak naungan pertumbuhan dan produksinya akan terganggu.
Keuntungan sistem multistrata:
  • Mengurangi intensitas cahaya matahari, misalnya untuk kopi dan coklat yang butuh naungan.
  • Karena banyak jenis tanaman, diharapkan panen dapat berlangsung secara bergantian sepanjang tahun dan ini dapat menghindari musim paceklik.
  • Tanah selalu tertutup tanaman sehingga aman dari erosi
(J. Ruijter dan F. Agus April 2004)
PENGANTAR AGROFORESTRI
Kurniatun Hairiah, Mustofa Agung Sardjono, Sambas Sabarnudin
1. Agroforestri: ilmu baru, teknik lama
Penanaman berbagai jenis pohon dengan atau tanpa tanaman semusim (setahun) pada sebidang lahan yang sama sudah sejak lama dilakukan petani (termasuk peladang) di Indonesia. Contoh semacam ini dapat dilihat pada lahan pekarangan di sekitar tempat tinggal petani. Praktek seperti ini semakin meluas belakangan ini khususnya di daerah pinggiran hutan karena ketersediaan lahan yang semakin terbatas. Konversi hutan alam menjadi lahan pertanian menimbulkan banyak masalah, misalnya penurunan kesuburan
tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan. Secara global, masalah ini semakin berat sejalan dengan meningkatnya luas hutan yang dikonversi menjadi lahan usaha lain. Peristiwa ini dipicu oleh upaya pemenuhan kebutuhan terutama pangan baik secara global yang diakibatkan oleh peningkatan jumlah penduduk.
Di tengah perkembangan itu lahirlah agroforestri, suatu cabang ilmu pengetahuan baru di bidang pertanian dan kehutanan yang mencoba menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Ilmu ini mencoba mengenali
dan mengembangkan sistem-sistem agroforestri yang telah dipraktekkan oleh petani sejak berabad-abad yang lalu.
2. Apa yang dimaksud dengan agroforestri?
2.1 Definisi agroforestri
Sampai dengan saat ini belum ada kesatuan pendapat di antara para ahli tentang definisi “agroforestri”. Hampir setiap ahli mengusulkan definisi yang berbeda satu dari yang lain. Mendefinisikan agroforestri sama sulitnya dengan mendefinisikan hutan. Dalam jurnal “Agroforestry Systems” Volume 1 No.1, halaman 7-12 Tahun 1982 ditampilkan tidak kurang dari 12 definisi antara lain:
Agroforestri adalah
…… sistem penggunaan lahan terpadu, yang memiliki aspek sosial dan ekologi, dilaksanakan melalui pengkombinasian pepohonan dengan tanaman pertanian dan/atau ternak (hewan), baik secara bersama-sama atau bergiliran, sehingga dari satu unit lahan tercapai hasil total nabati atau hewan yang optimal dalam arti berkesinambungan (P.K.R. Nair)
…… sistem pengelolaan lahan berkelanjutan dan mampu meningkatkan produksi lahan secara keseluruhan, merupakan kombinasi produksi tanaman pertanian (termasuk tanaman tahunan) dengan tanaman hutan dan/atau hewan (ternak), baik secara bersama atau bergiliran, dilaksanakan pada satu bidang lahan dengan
menerapkan teknik pengelolaan praktis yang sesuai dengan budaya masyarakat setempat (K.F.S. King dan M.T. Chandler)
……. penanaman pepohonan secara bersamaan atau berurutan dengan tanaman pertanian dan/atau peternakan, baik dalam lingkup keluarga kecil ataupun perusahaan besar. Agroforestri tidak sama dengan hutan kemasyarakatan (community forestry), akan tetapi seringkali tepat untuk pelaksanaan proyekproyek hutan kemasyarakatan” (L. Roche)

Beberapa definisi agroforestri yang digunakan oleh lembaga penelitian agroforestri internasional (ICRAF = International Centre for Research in Agroforestry) adalah (Huxley, 1999) :
….. sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu  (pepohonan, perdu, bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak berkayu atau dapat pula dengan rerumputan (pasture), kadang-kadang ada komponen ternak atau hewan lainnya (lebah, ikan) sehingga terbentuk interaksi ekologis dan
ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen lainnya.
….. sistem pengunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu (kadang-kadang dengan hewan) yang tumbuh bersamaan atau bergiliran pada suatu lahan, untuk memperoleh berbagai produk dan jasa (services) sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar komponen tanaman.
….. sistem pengeloloaan sumber daya alam yang dinamis secara ekologi dengan penanaman pepohonan di lahan pertanian atau padang penggembalaan untuk memperoleh berbagai produk secara berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan keuntungan sosial, ekonomi dan lingkungan bagi semua pengguna lahan
Selanjutnya Lundgren dan Raintree (1982) mengajukan ringkasan banyak definisi agroforestri dengan rumusan sebagai berikut:
Agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll.) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang
dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada.
Dari beberapa definisi yang telah dikutip secara lengkap tersebut, agroforestri merupakan suatu istilah baru dari praktek-praktek pemanfaatan lahan tradisional yang memiliki unsur-unsur :
  • Penggunaan lahan atau sistem penggunaan lahan oleh manusia
  • Penerapan teknologi
  • Komponen tanaman semusim, tanaman tahunan dan/atau ternak atauhewan
  • Waktu bisa bersamaan atau bergiliran dalam suatu periode tertentu
  • Ada interaksi ekologi, sosial, ekonomi
Agroforestri telah menarik perhatian peneliti-peneliti teknis dan sosial akan pentingnya pengetahuan dasar pengkombinasian antara pepohonan dengan tanaman tidak berkayu pada lahan yang sama, serta segala keuntungan dan kendalanya.
Masyarakat tidak akan perduli siapa dirinya, apakah mereka orang pertanian, kehutanan atau agroforestri. Mereka juga tidak akan memperdulikan nama praktek pertanian yang dilakukan, yang penting bagi mereka adalah informasi dan binaan teknis yang memberikan keuntungan sosial dan ekonomi. Penyebarluasan agroforestri diharapkan bermanfaat selain untuk mencegah perluasan tanah terdegradasi, melestarikan sumber daya hutan, dan meningkatkan mutu pertanian serta menyempurnakan intensifikasi dan  diversifikasi silvikultur.
2.2 Istilah agroforestri lain

Di kalangan masyarakat berkembang beberapa istilah yang sering dicampuradukkan dengan agroforestri. Hal ini sangat membingungkan. Ada yang memandang agroforestri adalah suatu kebijakan pemerintah atau status kepemilikan lahan, bukan sebagai sistem penggunaan lahan.
Berikut ini beberapa contoh definisi agroforestri yang berkembang di masyarakat :
Perhutanan Sosial (Social-Forestry)
Perhutanan sosial (social forestry) adalah upaya/kebijakan kehutanan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar hutan. Produk utama dari perhutanan sosial berupa kayu dan non-kayu. Oleh karena itu dalam prakteknya dapat berupa pembangunan hutan tanaman (man-made forest) atau penanaman pohon-pohon pada lahan milik masyarakat yang dimanfaatkan bagi industri besar. Kegiatan perhutanan sosial, kadang-kadang menerapkan agroforestri, yaitu apabila penanaman pohon-pohon harus dilaksanakan bersama-sama dengan komponen pertanian dan/atau peternakan. Walaupun demikian perhutanan sosial adalah tetap merupakan kegiatan kehutanan, karena pada intinya kehadiran komponen pertanian sebagai kombinasi tidak mutlak harus dilakukan. Istilah social-forestry sebenarnya dipopulerkan di India pada tahun 70-an dan dalam kegiatannya FAO memberikan istilah “Forestry for Rural Community Development”.

Hutan Kemasyarakatan (Community-Forestry) dan Hutan Rakyat (Farm-Forestry)
Kedua istilah ini merupakan bagian dari perhutanan sosial (social-forestry). Hutan kemasyarakatan (community forestry) adalah hutan yang perencanaan, pembangunan, pengelolaan, dan pemungutan hasil hutan serta pemasarannya dilakukan sendiri oleh masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Pelaksanaannya dapat pula dilakukan oleh pihak kehutanan yang membantu masyarakat dengan mengutamakan keuntungan bagi seluruh masyarakat, bukan untuk individu.
Hutan rakyat (farm-forestry) adalah hutan di mana petani/pemilik lahan menanam pepohonan di lahannya sendiri. Mereka biasanya telah mengikuti pendidikan, latihan dan penyuluhan kehutanan ataupun memperoleh bantuan untuk kegiatan kehutanan.
Bentuk agroforestri mungkin dipilih dan diterapkan pada kedua kegiatan tersebut bila pepohonan ditanam bersama dengan tanaman pertanian. Dengan demikian hutan kemasyarakatan dan hutan rakyat tidak selalu identik dengan agroforestri, karena agroforestri adalah pemanfaatan lahan terpadu tanpa batasan kepemilikan lahan.
Hutan Serba-Guna (Multiple Use Forestry)
Hutan serba-guna adalah praktek kehutanan yang mempunyai dua atau lebih tujuan pengelolaan, meliputi produksi, jasa atau keuntungan lainnya. Dalam penerapan dan pelaksanaannya bisa menyertakan tanaman pertanian atau kegiatan peternakan. Walaupun demikian hutan serba guna tetap merupakan kehutanan (dalam arti penekanannya pada aspek pohon, hasil hutan dan lahan hutan), dan bukan merupakan bentuk pemanfaatan lahan terpadu sebagaimana agroforestri yang secara terencana diarahkan pada pengkombinasian kehutanan dan pertanian untuk mencapai beberapa tujuan yang terkait dengan degradasi lingkungan serta problema masyarakat di pedesaan.
Forest Farming
Istilah Forest farming sebenarnya mirip dengan multiple use forestry, yang digunakan untuk upaya peningkatan produksi lahan hutan, yaitu tidak melulu produk kayu, tetapi juga mencakup berbagai bahan pangan dan hijauan.
Praktek ini juga sering disebut “Dreidimensionale Forstwirtschaft” atau kehutanan dengan tiga dimensi. Di Amerika, istilah forest farming digunakan untuk menyatakan upaya pembangunan hutan tanaman oleh petani-petani kecil.
Ecofarming
Ecofarming adalah bentuk budidaya pertanian yang mengusahakan sedapat mungkin tercapainya keharmonisan dengan lingkungannya. Dalam hal tertentu dalam ecofarming bisa saja memasukkan komponen pepohonan atau tumbuhan berkayu lainnya sehingga dapat disebut agroforestri. Dalam eco-farming tidak selalu dijumpai unsur kehutanan dalam kombinasinya, sehingga dalam hal ini ecofarming merupakan kegiatan pertanian.

Ada berbagai bentuk sistem atau praktek agroforestri, baik yang bersifat tradisional atau modern (lihat Bahan Ajaran 2, dan Bahan Latihan), yang tersebar di wilayah tropis dan sub-tropis. Berbagai contoh tersebut menunjukkan betapa luasnya rentang agroforestri, sehingga para ahli kehutanan dan pertanian konvensional sulit untuk menerimanya.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa definisi agroforestri dapat meliputi rentang yang luas dari sistem-sistem pemanfaatan lahan primitif, tradisional maupun modern. Oleh sebab itu, diperlukan adanya batasan yang jelas kapan atau bilamana suatu sistem dapat dikategorikan sebagai agroforestri. Batasan semacam ini diperlukan untuk menghindari timbulnya pendapat bahwa setiap kombinasi komponen kehutanan, pertanian dan/atau peternakan selalu dapat diklasifikasikan sebagai suatu sistem agroforestri.
Kuenzel (1989) menyarankan untuk melihat adanya interaksi yang nyata dari komponen-komponen penyusunnya. Sebagai contoh sederetan pohon cemara yang ditanam pada pinggir sawah/ladang yang dimaksudkan melulu untuk produk kayunya, maka sistem tersebut bukan sistem agroforestri. Namun, bila
penanaman pohon tersebut sekaligus juga dimaksudkan untuk melindungi tanaman pertanian dari terpaan angin (windbreak), maka sistem itu dapat dikatakan sebagai agroforestri.
Menurut Lundgren (1982), definisi agroforestri seyogyanya menitikberatkan dua karakter pokok yang umum dipakai pada seluruh bentuk agroforestri yang membedakan dengan sistem penggunaan lahan lainnya:
  1. Adanya pengkombinasian yang terencana/disengaja dalam satu bidang lahan antara tumbuhan berkayu (pepohonan), tanaman pertanian dan/atau ternak/hewan baik secara bersamaan (pembagian ruang) ataupun bergiliran (bergantian waktu);
  2. Ada interaksi ekologis dan/atau ekonomis yang nyata/jelas, baik positif dan/atau negatif antara komponen-komponen sistem yang berkayu maupun tidak berkayu.
Beberapa ciri penting agroforestri yang dikemukakan oleh Lundgren dan Raintree, (1982) adalah:
  1. Agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (tanaman dan/atau hewan). Paling tidak satu di antaranya tumbuhan berkayu.
  2. Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun.
  3. Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu.
  4. Selalu memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya pakan ternak, kayu bakar, buah-buahan, obat-obatan.
  5. Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa (service function), misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh sehingga dijadikan pusat berkumpulnya keluarga/masyarakat.
  6. Untuk sistem pertanian masukan rendah di daerah tropis, agroforestri tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman terutama dengan mengoptimalkan penggunaan sisa panen.
  7. Sistem agroforestri yang paling sederhanapun secara biologis (struktur dan fungsi) maupun ekonomis jauh lebih kompleks dibandingkan sistem budidaya monokultur.
2.3 Agroforestri sebagai sistem penggunaan lahan
Berbicara mengenai agroforestri, berarti berbicara mengenai sistem. Sistem terdiri dari beberapa komponen dalam susunan tertentu (struktur), yang satu sama lain saling berpengaruh atau melaksanakan fungsinya. Satu sistem membentuk satu kesatuan yang berbeda dengan lingkungannya dan di antara keduanya ada hubungan timbal balik. Di samping itu satu sistem memiliki sifat-sifat tertentu yang juga dapat berubah antara lain dalam kaitan dengan struktur dan fungsinya.
Agroforestri terdiri dari komponen-komponen kehutanan, pertanian dan/atau peternakan, tetapi agroforestri sebagai suatu sistem mencakup komponen-komponen penyusun yang jauh lebih rumit. Hal yang harus dicatat, agroforestri merupakan suatu sistem buatan (man-made) dan merupakan aplikasi praktis dari interaksi manusia dengan sumber daya alam di sekitarnya.
Mengapa demikian? Agroforestri pada prinsipnya dikembangkan untuk memecahkan permasalahan pemanfaatan lahan dan pengembangan pedesaan; serta memanfaatkan potensi-potensi dan peluang-peluang yang ada untuk kesejahteraan manusia dengan dukungan kelestarian sumber daya beserta lingkungannya. Oleh karena itu manusia selalu merupakan komponen yang terpenting dari suatu sistem agroforestri. Dalam melakukan pengelolaan lahan, manusia melakukan interaksi dengan komponen-komponen agroforestri lainnya. Komponen tersebut adalah:
  1. Lingkungan abiotis: air, tanah, iklim, topografi, dan mineral.
  2. Lingkungan biotis: tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll) serta tumbuhan tidak berkayu (tanaman tahunan, tanaman keras, tanaman musiman dll), binatang (ternak, burung, ikan, serangga dll), dan mikroorganisme.
  3. Lingkungan budaya: teknologi dan informasi, alokasi sumber-sumber daya, infrastruktur dan pemukiman, permintaan dan penawaran, dan disparitas penguasaan/pemilikan lahan.
Komponen-komponen ABC (Abiotic, Biotic dan Culture) tersebut di atas tersusun dalam sistem agroforestri melalui berbagai cara. Beberapa komponen biotis hadir secara alami, yang mungkin sebagian masih bertahan atau tertinggal dari kegiatan penggunaan lahan sebelumnya. Komponen yang lain memang secara khusus atau sengaja ditempatkan/ditanam oleh manusia sebagai pengelola lahan. Berbagai komponen dalam satu sistem akan bereaksi atau menunjukkan respon berbeda dengan respon masing-masing pada kondisi terisolasi. Karena adanya interaksi antar komponen tersebut, sistem pada dasarnya berbeda dengan total penambahan secara sederhana dari beberapa komponen. Jadi hutan lebih dari sekedar kumpulan pohon, demikian pula agroforestri bukan sekedar upaya campur-mencampur kehutanan dengan pertanian dan/atau peternakan (von Maydell, 1988).
3. Ruang lingkup agroforestri
Pada dasarnya agroforestri terdiri dari tiga komponen pokok yaitu kehutanan, pertanian dan peternakan, di mana masing-masing komponen sebenarnya dapat berdiri sendiri-sendiri sebagai satu bentuk sistem penggunaan lahan (Gambar 1). Hanya saja sistem-sistem tersebut umumnya ditujukan pada produksi satu
komoditi khas atau kelompok produk yang serupa. Penggabungan tiga komponen tersebut menghasilkan beberapa kemungkinan bentuk kombinasi sebagai berikut:
  • Agrisilvikultur = Kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan (pepohonan, perdu, palem, bambu, dll.) dengan komponen pertanian.
  • Agropastura = Kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian dengan komponen peternakan
  • Silvopastura = Kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan peternakan
  • Agrosilvopastura = Kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian dengan kehutanan dan peternakan/hewan
Dari keempat kombinasi tersebut, yang termasuk dalam agroforestri adalah Agrisilvikutur, Silvopastura dan Agrosilvopastura. Sementara agropastura tidak dimasukkan sebagai agroforestri, karena komponen kehutanan atau pepohonan tidak dijumpai dalam kombinasi.
Di samping ketiga kombinasi tersebut, Nair (1987) menambah sistem-sistem lainnya yang dapat dikategorikan sebagai agroforestri. Beberapa contoh yang menggambarkan sistem lebih spesifik yaitu:
  • Silvofishery = kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan perikanan.
  • Apiculture = budidaya lebah atau serangga yang dilakukan dalam kegiatan atau komponen kehutanan.

Gambar 1. Ruang Lingkup Sistem Pemanfaatan Lahan secara Agroforestri
Sumber: Kurniatun Hairiah, Mustofa Agung Sardjono, Sambas Sabarnurdin (2003) “Pengantar Agroforestri” Bahan Ajaran 1. Halaman 1-8. Bogor: WORLD AGROFORESTRY CENTRE (ICRAF).
http://www.worldagroforestry.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar